Mengenal Marsinah, Pejuang Buruh Wanita Asal Indonesia

Mengenal Marsinah, Pejuang Buruh Wanita Asal Indonesia

Mengenal Marsinah, Pejuang Buruh Wanita Asal Indonesia

Marsinah (Foto: Istimewa)


Hari ini, May Day atau Hari Buruh Internasional diperingati di seluruh dunia, termasuk Indonesia,

Sejak 2013 silam, bahkan 1 Mei diresmikan sebagai Hari Libur Nasional.

Namun Hari Buruh tak lepas dari kisah-kisah para pejuangnya di jaman dulu. Salah satunya adalah buruh wanita dari Indonesia Marsinah.

Marsinah lahir di Nglundo, 10 April 1969. Dia adalah seorang aktivis dan buruh pabrik Baru, berkerja pada PT. Catur Putra Surya (CPS) Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.

Marsinah kemudian di culik dan kemudian terbunuh pada 8 Mei 1993 setelah menghilang selama tiga hari. Mayatnya ditemukan di hutan di dusun Jegong, desa Wilangan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.

Sebelum kejadian ini, pada awal  tahun 1993, Gubernur KDH TK I Jawa Timur mengeluarkan Surat Edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberikan kenaikan gaji sebesar 20% gaji pokok. Imbauan tersebut tentunya disambut dengan senang hati oleh karyawan, namun di sisi pengusaha berarti tambahnya beban pengeluaran perusahaan.

Pada pertengahan April 1993, Karyawan PT. Catur Putra Surya (PT. CPS) Porong membahas surat edaran tersebut dengan resah. Akhirnya, karyawan PT. CPS memutuskan untuk unjuk rasa tanggal 3 dan 4 Mei 1993 menuntut kenaikan upah. 

Marsinah terlibat dalam ujuk rasa buruh ini serta dalam rapat yang membahas rencana unjuk rasa pada tanggal 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo.

Dalam ujuk rasa pada 4 Mei 2993, para buruh mogok total mereka mengajukan 12 tuntutan, termasuk perusahaan harus menaikkan upah pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250. Tunjangan tetap Rp550 per hari mereka perjuangkan dan bisa diterima, termasuk oleh buruh yang absen.

Sampai dengan tanggal 5 Mei 1993, Marsinah masih aktif bersama rekan-rekannya dalam kegiatan unjuk rasa dan perundingan-perundingan. Dia bahkan menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan karyawan yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

Siang hari tanggal 5 Mei, tanpa Marsinah, 13 buruh yang dianggap menghasut unjuk rasa digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. Di tempat itu mereka dipaksa mengundurkan diri dari CPS. 

Mereka dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan masuk kerja. Marsinah bahkan sempat mendatangi Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan rekan-rekannya yang sebelumnya dipanggil pihak Kodim. 

Setelah itu, sekitar pukul 10 malam, Marsinah lenyap!

Hingga tiga hari keberadaan Marsinah tidak diketahui oleh rekan-rekannya sampai akhirnya ditemukan telah menjadi mayat pada tanggal 8 Mei 1993.

Tanggal 30 September 1993 telah dibentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan Marsinah. 

Ada 10 orang yang diperiksa dan ditangkap karena diduga terlibat pembunuhan terhadap Marsinah. Salah seorang dari 10 orang yang diduga terlibat pembunuhan tersebut adalah Anggota TNI.

Hasil penyidikan polisi ketika menyebutkan, Suprapto (pekerja di bagian kontrol CPS) menjemput Marsinah dengan motornya di dekat rumah kos Marsinah. Dia dibawa ke pabrik, lalu dibawa lagi dengan Suzuki Carry putih ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya. Setelah tiga hari Marsinah disekap, Suwono (satpam CPS) mengeksekusinya.

Di pengadilan, Yudi Susanto divonis 17 tahun penjara, sedangkan sejumlah stafnya yang lain itu dihukum berkisar empat hingga 12 tahun, namun mereka naik banding ke Pengadilan Tinggi dan Yudi Susanto dinyatakan bebas. Dalam proses selanjutnya pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia membebaskan para terdakwa dari segala dakwaan (bebas murni). Putusan Mahkamah Agung RI tersebut, setidaknya telah menimbulkan ketidakpuasan sejumlah pihak sehingga muncul tuduhan bahwa penyelidikan kasus ini adalah "direkayasa".




MarsinahKisah MarsinahHari BuruhBuruh Wanita MarsinahFakta pembunuhan Marsinah

Share to: