Baru-baru ini publik dihebohkan dengan kasus predator seks fetish kain jarik yang dilakukan oleh mahasiswa Unair bernama Gilang. Korban dibungkus seperti pocong dan kemudian dilecehkan.
Psikolog bernama Lucia Peppy Novianti, akhirnya mengungkapkan kenapa Gilang memiliki fetish bungkus pocong.
Menurutnya fetish adalah kondisi seseorang yang memiliki gangguan seksualitas dalam dirinya. Dalam suatu kondisi,orang tersebut memperoleh kepuasan seksual melalui objek tertentu temasuk benda mati.
"Fetishistic disorder, mengacu pada Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (DSM) 5 APA, maka kondisi tersebut merujuk pada gangguan seksualitas pada seseorang yang menggunakan objek tidak hidup atau memiliki fokus spesifik yang cukup kuat terhadap anggota tubuh selain organ genitalianya untuk mencapai kepuasan seksual," kata Peppy, Jumat 31 Juli 2020.
Untuk mengatahui seseorang mengalami fetish diperlukan adanya pemeriksaan detail terhadap apa yang terjadi pada penderitanya.
"Untuk dapat menegakkan diagnosa adanya gangguan ini pada diri seseorang, dibutuhkan pemeriksaan mendalam dan terperinci oleh profesional kesehatan mental (baik itu psikiater ataupun psikolog), terhadap kemunculan gejala-gejalanya dan tidak sekedar mencocokkan ciri-ciri berdasarkan deskripsi gangguan tersebut," lanjutnya.
Menurutnya kasus ini bisa saja terjadi pada siapapun. Maka dari itu setip orang perlu berhati-hati dan waspada terhadap persoalan ganguan seksualitas seperti ini.
"Siapa saja memiliki risiko yang sama mengalami persoalan kesehatan mental. Siapa saja juga dapat menjadi ‘korban’ akibat orang lain yang mengalami persoalan kesehatan mental. Yang perlu lebih diperhatikan adalah bagaimana cara kita merespon dan membangun ketahanan diri terhadap risiko persoalan kesehatan mental ini," jelasnya.
Selain itu Peppy juga mengungkapkan, agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi, diperlukan adanya edukasi seksual yang dimulai dari berbagai lini.
"Hal kesehatan mental ini sering kali tidak terlalu nampak gejalanya, namun akan mudah menimbulkan persoalan ketika sudah cukup serius atau berlangsung lama. Oleh karena itu, sikap mengelola dan menguatkan kesehatan mental sedari dini, tidak menunggu sampai ada persoalan, perlu mulai disadari untuk diupayakan, pada berbagai lini masyarakat, baik privat dalam keluarga maupun pada institusi-institusi, seperti pendidikan, organisasi, masyarakat, sampai pada kebijakan-kebijakan," imbuhnya.
Share to:
Related Article
-
Daripada Covid, Ini 4 Masalah Hidup yang Harus Kita Curigai sebagai Konspirasi Besar, Ulah Elite Global Bukan Ya?
Update|May 07, 2020 15:19:30