Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi. Hasto diduga terlibat dalam kasus suap yang berkaitan dengan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, yang sebelumnya menyeret nama buronan Harun Masiku. Penetapan Hasto sebagai tersangka didokumentasikan dalam Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).
"Bersama ini diinformasikan, bahwa KPK sedang melaksanakan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto bersama-sama Harun Masiku," kutipan Sprindik.
Surat perintah tersebut bernomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan diterbitkan pada 23 Desember 2024. Keputusan untuk menetapkan Hasto sebagai tersangka diambil setelah ekspose perkara atau gelar kasus yang dilakukan oleh KPK pada 20 Desember 2024. Gelar perkara ini dilakukan sesaat setelah pimpinan baru KPK dilantik dan diambil sumpah jabatannya di hadapan Presiden Prabowo Subianto.
Langkah KPK ini menambah perhatian publik terhadap upaya pemberantasan korupsi, mengingat kasus yang melibatkan Harun Masiku telah menjadi sorotan sejak beberapa tahun lalu. Penetapan Hasto sebagai tersangka menunjukkan bahwa KPK terus mengejar pihak-pihak yang diduga terlibat dalam jaringan korupsi tersebut, meski menghadapi berbagai tantangan, termasuk keberadaan buronan yang hingga kini belum tertangkap.
Selain itu, keputusan ini diprediksi akan memicu reaksi beragam, baik dari pihak PDI Perjuangan maupun masyarakat luas. Pihak KPK diharapkan memberikan penjelasan resmi mengenai rincian kasus ini untuk menghindari spekulasi dan memastikan transparansi dalam proses hukum.
Kronologi Kasus
Hasto Kristiyanto diduga bekerja sama dengan buronan Harun Masiku untuk menyuap Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU RI. Suap tersebut diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan Harun Masiku menjadi anggota DPR RI melalui proses pergantian antarwaktu (PAW). Selain Harun dan Wahyu, KPK juga menetapkan Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu, serta seorang swasta bernama Saeful Bahri, sebagai tersangka dalam kasus ini.
Saat Harun masih berstatus buron, Wahyu bersama dua tersangka lainnya telah menjalani proses persidangan. Wahyu Setiawan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara, Agustiani Tio dihukum 4 tahun penjara, sementara Saeful Bahri dihukum 1 tahun 8 bulan penjara.
Dalam persidangan, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang suap sebesar SGD 19 ribu dan SGD 38.350, atau setara dengan Rp600 juta, yang disalurkan melalui Saeful Bahri. Suap tersebut dimaksudkan agar Wahyu menggunakan pengaruhnya di KPU untuk menyetujui permohonan PAW anggota DPR dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I untuk Harun Masiku.
Pada tahun 2024, KPK kembali meningkatkan upayanya untuk mencari Harun Masiku, yang hingga kini masih buron. Sebelumnya, pada Juni lalu, KPK sempat memeriksa Hasto Kristiyanto sebagai saksi terkait kasus Harun Masiku. Hal ini menunjukkan bahwa KPK terus berusaha mengungkap tuntas kasus ini, termasuk mengejar pihak-pihak yang diduga terlibat secara langsung maupun tidak langsung.
Share to:
Related Article
-
Kabar Duka, Dokter Ketty Sultana yang Merawat Menhub Budi Karya Meninggal Dunia
Update|April 28, 2020 11:29:46