NOAH Project menghadirkan pameran "Rumination of The Self" yang digelar di Hotel Titik Dua, Ubud, Bali.
Pameran ini menghadirkan karya seni empat seniman perempuan muda yang menggambarkan diri mereka sendiri hingga keluh kesahnya melalui sebuah lukisan.
Baca Juga: MAJA Labs Dukung Pameran Rumination of The Self, Ajang Seniman Muda Unjuk Karya Seni
Pameran "Rumination of The Self"
Pameran "Rumination of The Self" adalah pameran seni yang digelar atas kolaborasi Noah Project, Titik Dua Ubud Bali dan Gurat Institute & Art Project.
Pameran "Rumination of The Self" ini menghadirkan empat seniman muda yang memamerkan karya seni mereka, ke-empat seniman tersebut adalah Dayu Sartika, Linkan Palenewen, Luh’De Gita, dan Sastia Naresvari. Karya mereka dikurasi oleh Vincent Chandra.
Keempat seniman ini menyajikan hasil internalisasi atau renungan mereka pada pengalaman, memori, serta imajinasinya tentang diri kedalam bentuk karya seni rupa. Adapun karya seni yang dipamerkan berupa 17 Lukisan, 3 Instalasi Art dan Video.
Pameran seni "Rumination of The Self" akan berlangsung mulai 4 Maret 2023 hingga 27 Maret 2023 di Hotel Titik Dua Ubud Bali.
Cerita yang Inspiratif hingga Keluh Kesah sebagai Perempuan
Pameran seni "Rumination of The Self" ini juga menjadi kesempatan bagi empat seniman perempuan muda untuk bisa menghadirkan karya mereka yang menggambarkan keluh kesah mereka.
Dayu Sartika menghadirkan karya yang berjudul “Dessert For Myself #1”. Dalam karyanya ini, Dayu menggambarkan tubuh-tubuh telanjangnya dilumuri oleh cairan susu, salah satunya juga tampak sedang memeluk erat sebuah kue.
Lalu disekitar tubuh-tubuh itu, Dayu memenuhi hampir seluruh bidang kanvas dengan beragam citra kue cokelat menggoda yang ia hadirkan melalui campuran warna cat akrilik.
Seluruh settingan indah tersebut Dayu maksudkan untuk membicarakan persoalan dirinya sebagai seorang penyintas kanker payudara sejak masa remajanya, yang kemudian memberinya batasan-batasan dalam beberapa hal salah satunya yaitu mengonsumsi makanan tertentu.
Sementara itu, Linkan Palenewen menghadirkan karya seni yang berjudul “My Sheet of Freedom”. Disini kita akan menemui susunan warna kontras diatas latar gelap kebiruan. Warna-warna itu membentuk beberapa siluet figur dan objek tangan-tangan dari berbagai arah sedang menggerayang bahu, lekuk tubuh, dan dada dari satu tubuh yang sama, tubuh yang dilukis dengan warna merah monokrom.
Menatap tubuh ini kita bisa merasakan beragam emosi, terlebih amarah, pada sisi lain juga keberanian yang akan segera mencuat. Tubuh itu adalah gambaran diri Linkan, yang kemudian pada kanvas lain juga lebih sering muncul diwakili oleh potongan portret diri Linkan juga dalam berbagai varian warna dan emosi yang disimpannya. Warna karenanya adalah salah satu elemen dominan yang sering hadir mencuri perhatian dalam karya-karya Linkan.
Terutama pada lukisan Linkan hari-hari ini yang banyak menggambarkan potret dirinya, melalui elemen warna Linkan terbaca seolah tengah ingin melawan sekaligus mempertanyakan ulang stigma tentang tubuh perempuan yang selalu bersifat sensual dan seksual.
Karya-karya Linkan dalam pameran ini pun secara spesifik berupaya merepresentasikan pengalaman serta sikap atau pernyataan pribadinya kepada cara pandang dunia terhadap perempuan.
Ekspersi Diri Sendiri Serta Perjalanan Spiritual
Sementara itu, Luh’De menghadirkan karya seni "Multi Persona". Dalam karyanya ini, Luh'De menggambarkan cara seseorang mengekspresikan dirinya dalam berbagai karakter (alter ego) di situasi yang berbeda-beda.
Gagasan ini berhubungan dengan kondisi psikis yang sedang dijalaninya. Luhde menjelaskan bagaimana ketika ia didiagnosa mengalami depresi klinis, ia sering mengalami keraguan terhadap identitas dan eksistensinya.
Sedangkan Sastia Naresvari menghadirkan karya seni yang menggambarkan perjalanan spiritualnya. Dalam proses kreatif ini, Sastia biasanya melibatkan beberapa ritual (utamanya meditasi) untuk menunjang perasaan yang ingin dicapainya sebelum melukis, katakanlah ketenangan, atau lebih tepatnya kenihilan.
Setelah itu tubuhnya akan bergerak seperti menari secara bebas dan spontan saja, lewat gerak tubuh itulah efek-efek yang menyita mata hadir. Gumulan warna cat biru yang meruang tersebut bukan hanya sekedar hadir sebagai elemen karya abstrak tetapi juga membekukan gerak-gerak yang meditatif, serupa lantunan doa yang diulang-ulang, dan pada dimensi lainnya juga memberi perasaan tenang dan hanyut kepada yang melihatnya.
Karya-karya Sastia dalam pameran ini selain hasil dari menghayati diri sendiri, juga ia maknai sebagai upaya membaca kembali kesadaran yang ia miliki.
Sastia kemudian membingkai karya-karyanya kedalam 4 kondisi alam kesadaran, karya “Circular” merepresentasikan kondisi To Me (victim consciousness), karya “Rhythm of The Self” dan “Into The Unknown” pada kondisi By Me (responsibility consciousness), karya “Eternal Now” pada kondisi Through Me (surrender consciousness), dan “Eclosion” sebagai puncak kesadaran ia representasikan sebagai kondisi As Me (oneness consciousness).
Share to:
Related Article
-
Fakta dan Profil Andi Kaisah, Peserta Indonesia Mencari Bakat yang Jago Dance K-POP
Update|March 24, 2022 13:28:08