Kepala BMKG Ungkap 2023 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim Global Gaes!

Kepala BMKG Ungkap 2023 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim Global Gaes!

Kepala BMKG Ungkap 2023 Jadi Tahun Terpanas Sepanjang Sejarah Pencatatan Iklim Global Gaes!

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati (FOTO: IG @dwikoritakarnawati)


Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati beberkan data dari Organisasi Meteorologi Dunia. Melansir data tersebut terungkap tahun 2023 disinyalir jadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim. 

"Dari data Organisasi Meteorologi Dunia, bulan Juli-Agustus 2023, terindentifikasi sebagai tiga bulan terpanas sepanjang sejarah, dengan melihat evolusi iklim 2023, tahun ini berpotensi akan menjadi tahun terpanas sepanjang sejarah pencatatan iklim," Ujar Dwikorita saat menyampaikan sambutan di Jakarta, Rabu. 

Hal tersebut disampaikan Dwikorita Karnawati dalam seminar nasional bertajuk "Perspektif Daerah: Rekomendasi Penanganan Perubahan Iklim untuk Pemerintah Mendatang". Acara ini digelar BMKG bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Institut Hijau Indonesia, dan akademisi dari universitas negeri. 

Baca juga: Ketua KPK Firli Bahuri Diperiksa Bareskrim Dugaan Pemerasan SYL

Menurutnya dalam seminar tersebut periode terpanas sepanjang sejarah terjadi di tahun 2023, bahkan suhu panasnya mengalahkan saat terjadi El Nino kuat di tahun 2016. 

"Organisasi meteorologi dunia memberikan kesimpulan, terdapat potensi terjadi kekeringan yang besar akibat siklus kenaikan suhu sebagai dampak perubahan iklim ini," bebernya.  

Dwikorita menyampaikan bahwa bencana iklim di tahun 2023, terjadi secara global di sejumlah negara seperti Italia, Yunani, Afrika Utara. DI beberapa negara tersebut suhu panas bisa mencapai 47 derajat Celcius, bahkan di Amerika bagian barat mencapai 53 derajat Celsius, dan selama 31 hari berturut-turut, suhu mencapai lebih dari 43 derajat Celsius. 

"Ini belum pernah terjadi sebelumnya, akibat dari gelombang panas yang terjadi di banyak tempat secara bersamaan, dan bulan Juli 2023, tercatat sebagai bulan terpanas sepanjang sejarah, rata-rata lebih panas dari 30 tahun sebelum ini," ujar Dwikorita. 

Kepala BMKG tersebut menyebutkan untuk sementara waktu, Indonesia berada di kondisi yang centering aman, kemungkinan  disebabkan oleh wilayahnya yang lembab dan dikelilingi oleh samudera yang lebih luas dari daratan. 

"Namun tetap harus diwaspadai, gaya hidup bisa menyebabkan kekeringan secara lokal, saat El Nino bisa berdampak pada kekeringan selama tiga bulan lebih, dan siklusnya akan semakin meningkat,"

Dirinya berpendapat situasi peningkatan suhu panas ini terjadi tidak terlepas dari gaya hidup kebanyakan yang tidak ramah lingkungan. Hal ini menyebabkan kekeringan hingga bisa berujung pada terganggunya ketahanan pangan di pertengahan abad 21 atau sekitar tahun 2050. 

"Terjadi peningkatan kerentanan pada stok pangan dunia, dan menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), hampir 500 juta petani skala kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen stok pangan dunia akan terdampak, karena paling rentan terhadap perubahan iklim," paparnya. 

Baca juga: Keren Banget! Indonesia dan Jerman Jalin Kerja Sama Kembangkan Transportasi Hijau Ramah Lingkungan 

Untuk menghadapi krisis iklim global tersebut, Dwikorita menekankan pentingnya upaya adaptasi dan mitigasi melalui tiga pilar yang saling terkoneksi, yakni kebijakan, pelayanan dan sains. 

"Sisi sains sangatlah penting untuk pengembangan pengetahuan dan inovasi sejalan dengan perkembangan tantangan fenomena iklim yang terjadi seperti saat ini. Namun, sains saja belum bisa untuk eksekusi, maka dari itu sains harus diintegrasikan dengan kebijakan, yang pda akhirnya eksekutornya di pelayanan," ucap beliau. 

Lanjut dia, bisa dilakukan melalui kolaborasi antar lembaga, di bidang sains salah satunya oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama perguruan tinggi, kemudian kebijakan melalui KLHK dan kementerian terkait, yang diperkuat DPR RI, hingga akhirnya dieksekusi oleh BMKG. 

"Kerangka kebijakan, sains, dan layanan dalam perubahan iklim tersebut benar-benar harus terkait satu sama lain," pungkasnya.




iklim2023bmkgpanascuacaiklim panascuaca panas

Share to: