Masyarakat yang menamakan diri "Bareng Warga" membuat petisi meminta Presiden Prabowo membatalkan kenaikan PPN menjadi 12%. Petisi tersebut telah ditandatangani oleh lebih dari 100 ribu orang.
Hingga pukul 13.17, petisi ini telah mendapatkan 110.564 tanda tangan. Dalam petisi tersebut, disebutkan bahwa biaya hidup di Jakarta tidak sebanding dengan pendapatan masyarakat.
Berikut isi petisi yang dikutip dari "Bareng Warga":
#PajakMencekik #TolakKenaikanPPN
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (PPN), mulai 1 Januari 2025 Pemerintah akan menaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Sebelumnya, atau kira-kira dua tahun lalu Pemerintah sudah pernah menaikan PPN. Dari yang tadinya 10% naik ke angka 11%.
Rencana menaikan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik.
Di soal pengangguran terbuka misalnya, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, angkanya masih sekitar 4,91 juta orang. Kemudian dari 144,64 juta orang yang bekerja, sebagian besar atau 57,94% bekerja di sektor informal. Jumlahnya mencapai 83,83 juta orang.
Urusan pendapatan atau upah kita juga masih terdapat masalah. Masih dari data BPS per Bulan Agustus, sejak tahun 2020 rata-rata upah pekerja semakin mepet dengan rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP). Trennya sempat naik di tahun 2022, namun kembali menurun di tahun 2023. Tahun ini selisihnya hanya 154 ribu rupiah.
Masalahnya UMP sebagi acuan pendapatan yang layak pun patut diragukan. Contohnya di Jakarta. Untuk hidup di kota metropolitan tersebut, catatan BPS tahun 2022 menunjukan dibutuhkan uang sekitar 14 juta rupiah setiap bulannya. Sedangkan UMP Jakarta di tahun 2024 saja hanya 5,06 juta rupiah. Apalagi dari fakta yang ada masih banyak pekerja yang diberi upah lebih kecil dari UMP.
Naiknya PPN yang juga akan membuat harga barang ikut naik sangat mempengaruhi daya beli. Kita tentu sudah pasti ingat, sejak bulan Mei 2024 daya beli masyarakat terus merosot. Kalau PPN terus dipaksakan naik, niscaya daya beli bukan lagi merosot, melainkan terjun bebas.
Atas dasar itu, rasa-rasanya Pemerintah perlu membatalkan kenaikan PPN yang tercantum dalam UU HPP. Sebelum luka masyarakat kian menganga. Sebelum tunggakan pinjaman online membesar dan menyebar ke mana-mana.
Share to:
Related Article
-
Tata Cara Sholat, Niat dan Doa Nisfu Syaban: Arab, Latin, dan Terjemahan
Update|March 17, 2022 06:00:00