Pada Minggu, 19 Januari 2025, pemerintah Amerika Serikat resmi memblokir aplikasi media sosial asal China, TikTok, setelah Mahkamah Agung AS menolak banding yang diajukan oleh ByteDance, perusahaan induk TikTok, pada 17 Januari 2025. Mahkamah Agung AS memutuskan untuk menegakkan larangan terhadap TikTok mulai Sabtu, 18 Januari, dengan alasan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk menangani potensi ancaman terhadap keamanan nasional. Keputusan ini juga terkait dengan kekhawatiran yang disampaikan oleh Kongres AS mengenai praktik pengumpulan data oleh TikTok dan hubungan yang dimiliki platform tersebut dengan China, yang dianggap sebagai potensi ancaman bagi keamanan negara. Dalam pernyataan resmi, Mahkamah Agung mengungkapkan bahwa divestasi atau penjualan TikTok di AS diperlukan untuk mengatasi masalah keamanan ini, yang berkaitan dengan pengumpulan data pengguna dan koneksi yang ada antara TikTok dan entitas asing.
Namun, meskipun keputusan tersebut telah dikeluarkan, Presiden terpilih AS, Donald Trump, menyatakan bahwa keputusan final mengenai nasib TikTok tetap berada di tangannya setelah ia dilantik pada 20 Januari 2025. Trump mengatakan kepada media bahwa ia akan mempertimbangkan untuk memberikan penundaan selama 90 hari terhadap pelaksanaan larangan TikTok, sebagai langkah untuk lebih memeriksa situasi ini secara hati-hati. Trump menyebutkan bahwa ia kemungkinan akan mengambil langkah ini, karena ia merasa penundaan tersebut adalah langkah yang tepat untuk memberi waktu menyelesaikan masalah ini dengan lebih bijaksana. Trump menambahkan bahwa jika ia memutuskan untuk memberikan penundaan, ia kemungkinan akan mengumumkannya pada Senin, 20 Januari.
Kekhawatiran terhadap TikTok berasal dari dugaan bahwa pemerintah China dapat memanfaatkan platform ini untuk memata-matai warga AS atau mempengaruhi opini publik melalui konten tertentu. Pada tahun sebelumnya, Direktur FBI Christopher Wray juga menyoroti bahwa perangkat yang digunakan oleh warga Amerika dapat berisiko diretas atau dimanfaatkan oleh pihak luar, terutama melalui aplikasi seperti TikTok. Pemerintah China, melalui undang-undang yang berlaku di negara tersebut, diharuskan untuk bekerja sama dalam pengumpulan informasi intelijen, yang semakin memperburuk kekhawatiran tersebut.
Selain itu, Trump juga mengungkapkan bahwa ia telah melakukan percakapan dengan Presiden China Xi Jinping terkait masalah ini, meskipun belum ada langkah konkret yang diambil dalam diskusi tersebut. Para pejabat AS berpendapat bahwa TikTok, sebagai aplikasi yang memiliki akses terhadap data pribadi pengguna di AS, bisa menjadi alat bagi pemerintah China untuk memperoleh data sensitif atau memengaruhi persepsi publik di negara tersebut. Sementara itu, ByteDance, pemilik TikTok, masih menolak untuk menjual operasional platform tersebut di AS dan berencana untuk melanjutkan operasinya meskipun menghadapi tekanan dari pemerintah AS.
Share to:
Related Article
-
Viral Karena Menikah saat 16 Tahun, Ini 10 Potret Selebgram Cantik Sabrina Salsabila
Update|May 15, 2020 16:00:00