Fakta-Fakta PRO KONTRA Perubahan UU Pemilu di Masa Pandemi, Revisi UU Pemilu Terburu-buru?

Fakta-Fakta PRO KONTRA Perubahan UU Pemilu di Masa Pandemi, Revisi UU Pemilu Terburu-buru?

Fakta-Fakta PRO KONTRA Perubahan UU Pemilu di Masa Pandemi, Revisi UU Pemilu Terburu-buru?

Kolase Foto Ketua Dahliah Umar, Ketua Network for Indonesia Democratic Society (NETFID) (Foto: Instagram @dahliahumar)


DPR tengah menggodok revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal tersebut menuai pro dan kontra dari berbagai pihak. Simak faktanya berikut ini. 

Ketua Network for Indonesia Democratic Society (NETFID), Dahliah Umar berpendapat bahwa sebenarnya DPR belum perlu membahas soal RUU Pemilu. Menurutnya, UU Pemilu masih bisa diwadahi dalam undang-undang pemilu sebelumnya yakni UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu. 

Ngga cuma itu aja,  Dahlia juga mengungkap kalau sebaiknya energi kita dipakai untuk menghadapi pandemi COVID19.

“Energi kita sebaiknya kita curahkan sepenuhnya menghadapi pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai. UU Pemilu sebelumnya masih kompatibel dalam kondisi sekarang,” ujar Ketua Network for Indonesia Democratic Society (NETFID), Dahliah Umar di Jakarta, Kamis 28, Januari 2021.

Lebih baik fokus penanganan wabah COVID19

Dahliah menambahkan, selain penanganan wabah Covid-19, agenda pemulihan ekonomi nasional dirasa lebih penting daripada melakukan revisi UU Pemilu gaes. Pasalnya, jika membahas RUU Pemilu, nantinya akan terjadi debat panjang di parlemen yang menguras energi dan bisa mengalihkan fokus utama bangsa. 

“Jika tujuannya adalah mengatur keserentakan pemilu, UU yang ada sudah mengaturnya, yakni serentak pada tahun 2024,” ujar  Dahliah. 

Proses transisi 2024 sudah diatur UU, pembahasan RUU Pemilu dinilai terburu-buru

Bahkan, menurut Dahliah  proses transisi menuju 2024 telah disiapkan dan diatur oleh UU. Apalagi Pilkada 2024 belum dilaksanakan. Jika DPR meneruskan pembahasan revisi UU Pemilu akan membuat produk legislasi yang tak sempurna.

 

“Membuat undang-undang yang terburu-buru tidak akan menyelesaikan persoalan dan berpotensi menyimpan masalah. Pada akhirnya yang muncul adalah gugatan uji materi ke MK yang tak kunjung selesai,” ujar pegiat pemilu ini.

Revisi UU Pemilu yang terburu-buru juga bisa berdampak buruk bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Misalnya, pengulangan situasi politik saat pembahasan perubahan UU pemilu. 

Ada beberapa isu krusial seperti sistem pemilu, sistem konversi suara, ambang batas parlemen, maupun soal pencalonan presiden akan menemui jalan buntu. 

“Pasti ada perdebatan panjang antarfraksi. Karena tidak ada kata sepakat,  produk legislasinya nanti akan abai terhadap sejumlah isu krusial,” tukas Dahliah. 

Untuk itulah Dahliah menyarankan soal pemilu masih tetap menggunakan apa yang diatur dalam UU yang ada yakni UU No.7 tahun 2017. Sementara terhadap isu-isu krusial lain yang tak diatur dalam UU, masih dapat diatur dalam peraturan-peraturan di bawah UU.

“Bahkan jika mendesak dan diperlukan pengaturan setingkat UU, PERPPU dapat diterbitkan untuk menjadi alternatif pilihan,” pungkas Dahliah.




RUU PEMILURUU PemiluUU Nomor 7 Tahun 2017Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017Pro Kontra Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017Pro Kontra RUU Pemilu

Share to: