Potensi terpilihanya calon anggota legistlatif perempuan dalam Pemilu sejauh ini belum menunjukan hal yang signifikan. Meskipun 30 persen kuota caleg harus diisi oleh kaum perempuan namun keterwakilan perempuan masih sangat minim.
Melansir VOA, dari data Komisi Pemilihan Umum (KPU) penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) untuk calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), DPD, DPRD Provinsi, Kabupten/Kota. DCT untuk anggota DPR sebanyak 9.917, meliputi 18 partai politik peserta pemilu yang tersebar di 84 daerah pemilihan di 38 provinsi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 37,13 persen atau 3.676 adalah caleg yang bertarung itu adalah perempuan.
Sementara itu, Daftar Pemilih Tetap (DPT) tahun ini adalah 204,81 juta jiwa dimana 102,58 juta diantaranya adalah pemilih perempuan dan 102,21 juta sisanya adalah pemilih laki-laki. Namun dengan jumlah caleg perempuan yang cukup pun masih banyak warga yang merasa tidak familiar dan lebih mementingkan pilihan Presiden dan Wakil Presiden saja.
“Tidak terlalu familiar sih, kurang tahu di masyarakat lebih kebanyakan yang cowok. Perlu sih sosialisasi seperti kayak anak muda, kita gak tahu seperti caleg-caleg perempuan, orang tua aja tidak tahu caleg perempuannya apalagi kita. Jadi fokusnya ke presiden aja,” ungkap Hani, seorang warga yang memilih caleg laki-laki mengikuti pilihan orang tuanya.
(foto: VOA)
Menurut Titi Anggraini, Pengajar Hukum di Universitas Indonesia dalam demokrasi negara suara perempuan mutlak terwakili. Perempuan seharusnya hadir sebagai representasi konstituen, mewakili gagasan dan ide yang menyangkut perempuan. Perempuan dinilai lebih bisa menyuarakan soal hak-hak perempuan seperti reproduksi hingga kesetaraan. Penting menurut Titi mensosialisasikan caleg perempuan yang memiliki kredibilitas, kualitas dan rekam jejak yang baik.
“Sehingga pilihan politik mereka pun beragam. Tidak bisa dianggap tunggal. Namun, sangat perlu membangun narasi inklusif lintas isu dan aktor soal urgensi keterwakilan perempuan terlepas apapun latar belakang mereka. Oleh karena itu media punya peranan penting memberikan edukasi dan penguatan kepada pemilih perempuan untuk inklusif dan terbuka dalam melihat kepemimpinan perempuan serta tak ragu untuk memilih perempuan yang menjadi kandidat di pemilu,” ujar Titi.
Selain publik yang berusaha meningkatkan keterwakilan perempuan di pemerintahan, partai politik juga diharapkan melakukan kaderisasi, regenerasi, dan pendidikan politik bagi para perempuan yang menjadi kader partainya. Sehingga caleg perempuan bukan hanya menjadi pelengkap guna memenuhi syarat peserta pemilihan umum.
Share to:
Related Article
-
Mengenal Soleh Ayubi, Chief Digital Bio Farma yang Jadi Ketua FHCI BUMN Muda
Kementerian BUMN|April 07, 2021 12:37:13