Kisah konflik antara Soekarno dan Hatta memang jarang diketahui banyak orang. Politiklah yang menjadi musuh dibalik bubarnya tokoh Dwitunggal ini.
Pada 1960, Mohammad Hatta berbincang dengan sekertarisnya, dengan Pak Wangsa, saat perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta dengan kereta api.
BACA JUGA: Daftar Tokoh Dibalik Proklamasi Kemerdekaan RI, Soekarno sampai Sayuti Melik
“… sejarah dunia memberi petunjuk bahwa diktator yang bergantung kepada kewibawaan orang-seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula, sistem yang dilahirkan Sukarno tidak akan lebih panjang umurnya dari Sukarno sendiri…,”.
Ramalan Hatta tersebut pun terbukti dengan kejatuhan Soekarno setelah insiden pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) 1965. Bung Karno pun menjadi tak berdaya setelah kejadian itu. Kemudian munculah sosok Soeharto yang menjadi penyelamat kala itu.
Diangkatnya Soeharto menjadi presiden pada 1968, bersamaan dengan berakhirnya Orde Lama. Kemudian muncul upaya penghapusan semua gagsan yang dulu dibentuk oleh Soekarno. Ini semua terjadi karena kediktatoran, yang juga dilakukan Soeharto.
Hatta pun mulai merasa tak nyaman dengan jabatannya sebagai wakil presiden setelah 10 tahun sejak 17 Agustus 1945.
Sebelumnya Hatta sempat berpikir akan melepas jabatannya saat pemerintahan baru sduah terbentuk. Karena menurutnya, jika negara memiliki kabinet parlementer, maka sosok presiden hanyalah sebuh simbol saja. Hingga
Lalu pada Pemilu 1955, saat DPR dan Konstituante pilihan rakyat terbentuk Hatta pun akhirnya melepas jabatannya itu lewat surat resmi pada 20 Juli 1956 pada ketua DPR Mr. Sartono.
"… setelah DPR yang dipilih rakyat mulai bekerja, dan Konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, tiba waktunya bagi saya untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden. Segera, setelah Konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan itu secara resmi,” dalam buku Mohammad Hatta: Biografi Politik (1990) (hlm. 482).
Saat Mr. Sartono berusaha tak membalas surat tersebut karena berharap Hatta akan mengurungkan niatnya, Hatta pun mengirim ulang surat itu kembali pada 23 November 1956 dan menyatakan benar-benar mundur pada 1 Desember 1956.
Kemudian pada 30 November 1956, Hatta resmi tak menjabat sebagai wakil lagi atas persetujuan parlemen.
Ada hal lain yang juga menjadi alasan Hatta merasa tak nyaman menjalankan pemerintahan bersama Sukarno. Yaitu saat Soekarno memasukkan unsur komunis dalam kabinet yang dibentuk 24 Maret 1956. Perbedaan prinsip ini ternyata sudah berlangsung sejak 1930-an.
Hatta merasa tak setuju dengan ide persatuan yang di gagas oleh Soekarno saat itu. Bahkan, Hatta juga sempat mengkritik ide tersebut pada 1932.
Kemudian konflik Soekarno-Hatta kembali terjadi pada November 1945, saat Sukarno menolak mengesahkan Maklumat No. X yang menjadi munculnya sistem multipartai dan demokrasi parlementer.
Saat itu Soekarno menolak gagasan Hatta karena menilai multipartai harus dibatasi agar lebih mudah memantaunya.
Hal ini pun membuat Hatta kecewa, apalagi Soekarno malah membuat gagasan Demokrasi Terpimpin yang dinilai Hatta merupakan kediktatoran.
Setelah meninggalkan jabatannya Hatta pun aktif menulis dan menjadi pengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan Sekolah Staf Komando Angkatan Darat di Bandung.
Setelah 4 tahun menjadi akademisi, tiba-tiba Hatta dibehentikan dari tugasnya begitu saja. Hatta pun sadar kalau kejadian ini ada campur tangan dari penguasa.
BACA JUGA: Ini Bacaan Teks Proklamasi Presiden Soekarno, Lengkap Kisah Sehari Sebelum Merdeka
Hatta pun berkata kepada pak Wangsa, “Tak apalah, pada prinsipnya, toh saya tidak bisa menjadi perpanjangan tangan kebijakan pemerintah yang kuanggap salah. Sampai jumpa wahai segala pepohonan yang telah menghijaukan negeri ini. Sampai jumpa di masa yang lebih arif memandang demokrasi,” ungkap Hatta.
Share to:
Related Article
-
Adrian Zakhary, Dari Jatinangor, untuk Jatinangor
Adrian Zakhary|September 03, 2020 17:40:40