Inisiator Gerakan KDRI (Kedaulatan Digital Republik Indonesia), Adrian Zakhary ungkapkan makna "Kedaulatan Digital” bagi Republik Indonesia nih gaes.
Seperti yang kita ketahui, beberapa bulan lalu tepatnya pada bulan Oktober, Indonesia baru saja memperingati Hari Sumpah Pemuda. Oleh karena itu, Adrian Zakhary mengatakan bahwa momentum 92 tahun Sumpah Pemuda mengingatkannya kembali dengan makna kebebasan yang diimpikan para pendiri bangsa.
Apakah sebetulnya kita sudah benar-benar merdeka dari penjajah asing? Atau kini kita malah dijajah tapi dalam kenikmatan sehingga kita sendiri tak sadar kita sedang dinikmati oleh para penjajah?
Baca Juga: Adrian Zakhary Ungkap Strategi Sinergikan Anak Muda, Sumber Daya, Pemerintah hingga Swasta
Menurut KBBI, jajah adalah menguasai dan memerintah suatu negeri (daerah dan sebagainya). Sedangkan penjajahan di era modern ini gak mengokupansi sebuah bangsa atau merebut wilayah atau konstitusi seperti jaman Belanda dan Jepang kala itu gaes.
Maka dari itu, kita gak bisa mengatakan bahwa bangsa ini tengah dijajah bangsa asing.
Menilai Makna “Kedaulatan Digital”
Adrian Zakhary mengingat kembali penyampaian istilah “Kedaulatan Digital” oleh Menteri Komunikasi dan Informatika pada periode pertama kepemimpinan Presiden Joko Widowo Rudiantara pada medio 2017 lalu.
"Kita perlu redefinisi kedaulatan digital itu seperti apa? Karena kedaulatan di media maya berbeda dengan yang lain. Saya penganut nilai tambah, selama nilai tambah dari suatu proses bisnis, maka itu kita gunakan," kata Rudiantara.
"Tidak perlu semuanya harus ada di Indonesia, karena teknologi digital sudah global jadi pola pikir kedaulatan ini yang harus kita rumuskan. Dalam merumuskan kedaulatan kita tidak boleh chauvinistik dalam dunia digital."
Oleh karena itu, peran pemerintah dalam mendorong kedaulatan digital memang sangat penting gaes.
Kenapa? Tentu saja pemerintah adalah sebagai pemangku eksekutif yang membuat dan menjalankan regulasi di Republik ini pasti khatam mengenai pentingnya membangun sebuah tatanan besar dalam hal digitalisasi.
Hal ini memang diamini oleh Chief Rudiantara kala itu, yang mengatakan bahwa Kominfo tidak lagi berperan hanya sebagai regulator melainkan juga fasilitator dan akselerator. Kepentingan nasional terhadap industri digital di tanah air penting dilaksanakan, terutama mendorong berkembangnya aplikasi lokal.
China dikenal sebagai negara dengan aturan ketat terhadap produk internet; domain dan aplikasi digital. Sejak 2000-an awal bahkan Google, YouTube, Facebook, Instagram, Twitter, Whataspp, Spotify, Amazon, Wikipedia, Yahoo, Line, Telegram, Kakao Talk, Skype hingga berbagai macam jenis produk popular di dunia tak bisa masuk kesana. Tak hanya aplikasi, China juga memblokir banyak sekali konten dari negara luar, mulai dari film Hollywood yang dibasi penayangannya di Bioskop maupun layanan streaming.
Apakah seperti ini yang kita harapkan dalam membangun Kedaulatan Digital Republik Indonesia?
Menurut kamu, apakah kita harus atau siap menjadi seperti China? Apakah kita harus Membatasi dan menutup produk teknologi digital dan konten yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dan Undang-undang yang berlaku di NKRI?
Padahal kita tahu jelas bahwa banyak dimana produk digital dari luar negeri yang snagat populer di Indonesia. Para penggunanya banyak banget dari Indonesia lho.
Belakangan hal ini sudah pernah dipertegas oleh pemerintah, Kalau kalian semua ingat, pada tahun 2017, pemerintah pernah melakukan pemblokiran kepada Telegram.
Setahun setelahnya, TikTok juga pernah di blokir karena konten-konten negatif dan pengunaan oleh anak-anak dibawah umur. Gak hanya itu, Bigo, Vimeo hingga Reddit juga pernah di blokir lho gaes.
Baca Juga: Bonus Demografi, Adrian Zakhary: Transformasi Digital Jadi Peluang Pembuktian Pemuda
China memulai sensor sejak awal 2000-an, sementara dua dekade kemudian kita baru mau menerapkan pemblokiran dengan narasi Kedaulatan Digital? Mungkin ada baiknya kita melihat bagaimana negara tetangga kita memulai kedaulatan mereka.
Sementara di India pernah viral pemblokiran 118 aplikasi buatan China di awal September 2020 ini. Hal ini dilakukan atas alasan keselamatan, keamanan dan kedaulatan dunia maya India.
Seberapa siap kita untuk berdaulat secara digital?
Diketui bahwa, Indonesia masuk ke Top 10 Negara dengan jumlah startup terbanyak (startupranking.com) yaitu sebanyak 2205 dan menduduki posisi kelima.
Indonesia memiliki sejumlah startup unicorn (valuasi US$ 1 Miliar) yaitu Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, OVO dan JD.id dan satu decacorn (valuasi US$ 10 Miliar) yaitu Gojek.
Namun mengutip data per Oktober 2020 dari CB Insights, jika kita melihat dari startup unicorn yang sangat bernilai (most valuable), maka Indonesia tidak masuk ke Top 10 lho gaes.
Bahkan Gojek pun masih memerlukan pertumbuhan nilai secara sangat signifikan untuk mencapai Top 10 Startup di dunia. Dari startup bervaluasi besar di Indonesia ini, belum ada startup yang hingga kini dimiliki sepenuhnya oleh bangsa Indonesia.
Untuk kamu ketahui, para Investor Gojek, kebanyakan dari perusahaan Amerika Serikat, China dan Singapura.
Tokopedia, Bukalapak, OVO dan bahkan JD.id pun mendapatkan kucuran segar dari investor yang serupa mulai dari Amerika Serikat, China, Jepang dan India. Alibaba dan Softbank menjadi investor yang cukup aktif berinvestasi di pasar lokal.
Jika menilik dari hanya kepemilikan maka apakah “kedaulatan” tersebut bisa dinilai? Adrian Zakhary mewnjawab, tidak.
"Pendapat saya, tidak. Karena dalam suatu bisnis, wajar kepemilikan melalui lintas negara melalui berbagai skema. Namun paling tidak, kepemilikan mayoritas semestinya tetap menjadi milik orang Indonesia," ujar Adrian Zakhary .
Jika berbicara tentang startup besar di tanah air maka, kita melihat ada Gojek, Tokopedia, Bukalapak, JD.id, OVO, Traveloka. . Di luar para unicorn, ada startup yang memiliki valuasi besar seperti KitaBisa.com yang bergerak di bidang social, Ruangguru yang berbasiskan Pendidikan, dan sejumlah startup di berbagai bidang yang beragam.
Namun diantara itu semua, kita gak bisa memungkiri bahwa Media Sosial, Hiburan, dan OTT (Over The Top) adalah produk digital terbesar yang tidak dimiliki oleh Indonesia.
"Minimal bisa dibilang bahwa belum ada produk digital dalam negeri seperti media social atau jejaring sosial lokal yang berhasil di tanah air," ungkapnya.
"Setiap hari kita tidak bisa lepas dari smartphone yang kita genggam mulai dari bangun tidur sampai jelang tidur, tanpa membuka salah satu produk digital yang saya sebutkan tadi. Lantas jika kita berbicara pengguna terbanyak (traffic atau active user) bisa menandakan “kedaulatan digital” suatu negara."
Sayangnya, kebanyakan netizen Indonesia masih menggunakan banyak produk digital yang bukan berasal dari Indonesia. Namun apakah netizen salah? Mungkin tidak ada pilihan, atau jika ada pilihan maka, apakah produk tersebut nyaman untuk disukai?
Baca Juga: Menjawab Tantangan Kerja Masa Depan Milenial dan Gen Z versi Adrian Zakhary, Wajib Tahu Gaes!
Padahal Bonus Demografi yang dihadapi Indonesia saat ini, menjadi penyumbang terbesar pengguna aktif di dunia maya. Pengguna internet kita saat ini didominasi usia 15 – 34 tahun yang berarti termasuk ke dalam Generasi Milenial dan Generasi Z lho.
Oleh karena itu, Adrian Zakhary mengatakan bahwa perlu upaya sangat sangat serius dari pemerintah untuk terus mendorong berkembangnya produk digital dengan menyasar pengguna terbesar di Indonesia seperti membangun mesin pencarian lokal, browser, pusat email, media sosial, aplikasi pesan singkat, platform hiburan; musik, audio, & video, lalu mendorong aplikasi Short Video dan OTT dan berbagai produk digital strategis.
"Dengan adanya produk-produk digital strategis yang menyasar pengguna mayoritas di tanah air, diharapkan Indonesia bisa menjadi “raja” di negeri sendiri."
Dia juga mengatakan bahwa belum ada kata terlambat untuk memulai semua ini. Terlebih lagi, Generasi Muda Indonesia mulai terlibat dalam kemajuan bangsa ini dalam hal menjadi pembuat kebijakan pemerintah.
Seperti Nadiem Makarim, seorang milenial pendiri Gojek yang mulai masuk ke tatanan pemerintahan untuk merevolusi sistem Pendidikan di tanah air sesuai Visi Presiden Joko Widodo, atau Fajrin Rasyid salah satu pendiri BukaLapak yang kini menjadi Direktur Digital di Telkom dengan membawa semangat “AKHLAK BUMN” dari Menteri BUMN Erick Thohir, serta para pendiri Startup dan profesional yang bergerak di pemerintah, swasta, sosial dan berbagai macam
"Rasanya ada optimisme jika melihat semangat para anak muda di negeri ini yang tengah berjuang melakukan Transformasi Digital di bidangnya masing-masing."
Baginya, keterlibatan langsung anak muda Gen-Y dan Gen-Z yang bersinergi dan berkolaborasi dengan Generasi lebih senior akan menjadi titik temu dan kunci dalam mengarahkan Indonesia untuk “Berdaulat secara digital”, sehingga di saat yang tepat Indonesia akan memunculkan produk-produk digital yang dicintai bangsanya sendiri dan bahkan bisa jadi bersaing di kancah internasional. Bukan malah menikmati nikmatnya dijajah oleh asing.
"Mari kita gerakkan, Semangat “Bersaing, bukan diasingkan” untuk membangun Kedaulatan Digital Republik Indonesia," ujar Adrian Zakhary.
Share to:
Related Article
-
Rangkul UMKM Madura Masuk Ekosistem BUMN, Erick Thohir: BUMN Harus Disehatkan!
Erick Thohir|June 20, 2022 11:00:00