Apa Itu Hustle Culture? Simak Penjelasan Gita Savitri Nih, Salah atau Enggak Sih?

Apa Itu Hustle Culture? Simak Penjelasan Gita Savitri Nih, Salah atau Enggak Sih?

Apa Itu Hustle Culture? Simak Penjelasan Gita Savitri Nih, Salah atau Enggak Sih?

Tangkapan Layar Video Gita Savitri soal Apa Itu Hustle Culture (Foto: YouTube Gita Savitri Devi)


Gaes tahu gak sih apa itu Hustle Culture? Buat kamu yang belum memahaminya, simak nih penjelasan Gita Savitri tentang hustle culture

Istilah Hustle Culture kini tengah banyak dibicarakan oleh para pekerja di berbagai bidang. Terlebih lagi setelah eksistensi start up yang kini makin banyak bermunculan.  Nggak cuma pekerja start up aja lho yang merasakan, pekerja korporat pun banyak yang kini menganut lifestyle hustle culture.

Hustle Culture merupakan sebuah gaya hidup yang mendorong seseorang untuk bekerja terus menerus, di manapun dan kapanpun. Orang tersebut merasa bahwa dengan bekerja kapanpun dan di manapun membuatnya bisa cepat sukses. 

Orang dengan gaya hidup Hustle Culture juga sering disebut sebagai gila kerja atau workaholic. Mereka percaya semakin banyak waktu yang mereka kontribusikan untuk perusahaan tempatnya bekerja, mereka akan semakin sukses juga. 

Karena hal itulah, mereka bahkan seringkali nggak punya waktu untuk dirinya sendiri, misalnya sekedar beristirahat, liburan, atau bahkan makan pun harus sambil bekerja. Gaya hidup ini juga membuat mereka sulit tidur, dan mengganggu kegiatan lainnya. 

BACA JUGA: Tutorial Membaca Info Loker biar Kamu Gak Tergocek dan Tertipu Gaes 

Padahal sebenarnya kesuksesan nggak harus diukur dari seberapa banyak jam yang kamu kontribusikan untuk perusahaan tempat kamu bekerja. 

Berikut penjelasan Gita Savitri Devi tentang hustle culture, kira-kira salah nggak sih? Atau gimana sih menyeimbangkan work life balance kita saat sudah mengalami hustle culture?

1. Hustle Culture memaksa kita untuk multitasking

Hustle Culture sebenarnya memaksa kita untuk multitasking. Namun sayangnya perpindahan dari kegiatan satu dengan kegiatan lainnya membuat membuat kita jadi work flow kita terganggu. Hal tersebut juga mempengaruhi hasil kualitas pekerjaan kita sudah dilakukan. 

2. Kebanyakan bekerja beresiko buruk untuk kesehatan

Tetap menganut hustle culture bisa mempengaruhi kesehatan seseorang. Terlalu banyak bekerja beresiko buruk untuk kesehatan fisik maupun mental.

Seseorang yang menganut gaya hidup satu ini bisa beresiko terkena berbagai penyakit seperti hipertensi, infeksi kronis, permasalahan metabolisme, diabetes, sakit kronis, anxiety, bahkan bisa kena depresi.

Hal tersebut terbukti pada sebuah penelitian di Jepang yang mencatat 1 dari 5 karyawan beresiko meninggal dunia karena kebanyakan bekerja. Pada tahun 2013 ada seorang jurnalis meninggal dunia karena terlalu banyak bekerja dan tahun 2015 ada anak muda berusia 25 tahun yang meninggal karena stres dengan pekerjaannya.

Menurut Gita sendiri, hal tersebut merupakan sebuah bentuk eksploitasi perusahaan. 

"Menurut gua, karyawan yang kebanyakan kerja atau lembur terus itu adalah bentuk eksploitasi perusahaan. Si karyawan dituntut untuk memberikan waktu sebanyak-banyaknya untuk perusahaan tersebut," ungkap Gita. 

"Padahal belum tentu dnegan devoting diri mereka seekstrem itu si karyawan akan tajir. Most of the time, yang kaya malah bos bosnya, yang seringkali bekerja bahkan lebih sedikit," tambah Gita lagi.

BACA JUGA: Daftar Link Website Unik Informatif Buat Kamu yang Bingung Mau Buka Apalagi Nih~

3. Hustle culture buah dari modern capitalism

Gita menilai hustle culture merupakan buah dari modern capitalism. Pasalnya seseorang lebih menghargai individual gain atau keuntungan pribadi atau bisa dibilang semua hanya serba duit. 

Hal itu juga dipengaruhi oleh sistem pemerintahan yang bahkan tak menyediakan kebutuhan dasar. Dari situlah mereka dipaksa untuk hustling atau bekerja lebih lama dan lebih keras lagi sampai akhirnya hustle culture ini menjadi lifestyle. 

"Kalo menurut gue pribadi, hustle culture adalah buah dari modern capitalism. Di mana manusianya lebih menghargai individual gain, semua serba duit kasarnya," ungkap Gita. 

"Karena pemerintahannya nggak bisa menyediakan kebutuhan yang bahkan basic. Pemerintah nggak ngasih social welfare, health care, pendidikan yang murah, affordable housing, bahkan air bersih. Sampai manusianya harus hustling terus, sampai akhirnya ini jadi lifestyle," kata Gita.

4. Salah kaprah soal produktivitas

Banyak yang salah kaprah mengartikan soal produktivitas gaes. Banyak yang beranggapan bahwa produktivitas berarti banyak kegiatan yang dilakukan selama sehari atau produktif berarti harus meminimalisir waktu istirahat. 

Melansir dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) produktivitas adalah seberapa efisien production input yang dipergunakan untuk menghasilkan sesuatu. Untuk mengukur produktivitas juga banyak parameternya. 

Salah satu yang paling sering digunakan adalah Gross Domestic Product (GDP) per jam kerja. OECD mendapati bahwa bekerja dalam waktu yang lama justru akan mengurangi tingkat produktivitas. 

"Working hard is not always mean working a vision. Apalagi kalau selama kita bekerja, kita selalu banyak distraction" tutur Gita.

BACA JUGA: Selain Oploverz, Ini Daftar Situs Streaming Anime 2021 Gaes

Nah itu dia gaes penjelasan tentang hustle culture yang relate banget di dunia kerja start up dan korporat. Kalau kamu mau nonton video selengkapnya, simak berikut ini gaes. 




Hustle CultureApa itu Hustle CultureLifestyle Hustle CultureHustle Culture artinyaToxic Hustle CultureBudaya Hustle CultureHustle Culture di Indonesia

Share to:



Modal Video 01