Cerita Ramadan dari Tanah Palestina: Ada Kenangan Buruk dan Isolasi Akibat Corona

Cerita Ramadan dari Tanah Palestina: Ada Kenangan Buruk dan Isolasi Akibat Corona

Cerita Ramadan dari Tanah Palestina: Ada Kenangan Buruk dan Isolasi Akibat Corona

Istimewa


Memasuki bulan suci Ramadan dimana seluruh umat muslim menjalan puasa wajib selama satu bulan full atau terhitung tiga puluh hari penuh, meski Ramadan kali ini tak seisitmewa dengan Ramadan biasanya. Namun, umat muslim  tak surut semangatnya untuk tetap jalankan ibadah puasa. 

Tak hanya di Indonesia yang tak jalankan kemeriahan selama bulan puasa, di beberapa penjuru dunia seperti di wilayah Gaza, Palestina juga melakukan karantina dan isolasi diri disaat momen Ramadan kali ini. 

Di wilayah pesisir ini, banyak orang yang membandingkan antara tinggal di dalam rumah selama 52 hari berturut-turut pada 2014 untuk menyelamatkan diri dari serangan bom Israel dengan menahan diri di rumah untuk mencegah pandemi seperti sekarang.

Kini warga Gaza, masih beradaptasi dengan suasana asing Ramadan, yang biasanya dikaitkan dengan ikatan sosial,pesata buka puasa dengan hidangan lezat untuk berbuka puasa. 

Namun kali ini warga Gaza tidak merasakan hal tersebut yang menjadi tradisi selama Ramadan. 

"Persiapan saya untuk Ramadhan tetap sama, tetapi kurang kegembiraan dan kesiapan mental," ujar Elqattawi.

Bahwa semua ikatan lain seperti melakukan salat Tarawih berjamaah di masjid dan mengunjungi kerabat ditinggalkan karena tindakan pencegahan infeksi virus. 

Tak hanya menghilangkan perayaan,pandemi ini juga mempenagaruhi pendapata warga Gaza.

Gaza merasakann kembalinya kenangan Ramadan pada tahun 2014 lalu, sama hal nya yang dirasakan oleh Mohammed Abu Oun, yang kehilangan pamannya karena agresi tersebut. Sejak saat itu, Ramadan terus dikaitkan dengan insiden tragis yang tertanam dalam benaknya. 

"Aku masih ingat dengan sangat jelas, itu adalah pagi yang paling menyedihkan yang pernah ada," kata Abu Oun.

Dia menerima berita itu ketika menemani saudara perempuannya ke sebuah rumah sakit di Kota Nuseirat setelah sebuah roket menghantam rumahnya.

Dia mengatakan bahwa energinya berbeda selama Ramadan tahun ini.

Namun, istrinya Asmaa telah menyusun balon berbentuk bulan sabit dan lentera untuk menyalakan rumah guna memberi anak-anak rasa gembira menyambut bulan suci.

"Bagian dari ritual memang hilang, tetapi saya ingin anak-anak saya setidaknya merasakan sukacita," ujar dia.

Sebagai pria yang cinta keluarga, Abu Oun biasanya membawa istri dan dua anaknya ke toko untuk mempersiapkan bulan suci.

Tahun ini, saat berbelanja sendirian, dia tidak membeli banyak barang, berharap karantina akan segera berakhir dan dia dapat menikmati bulan suci Ramadan.

Imbas nya corona pun berdampak pada pasar Al-Zawiyah di kota Gaza yang biasa digunakan orang-orang untuk berbelanja keutamaan belanja Ramadan. 

“Kami menerima banyak pengunjung setiap tahun terutama dua minggu sebelum awal bulan suci. Tahun ini, pembeli sepi dan saya hampir tidak menghasilkan uang," ungkap dia.

Sebagai satu-satunya pencari nafkah di keluarganya, Ramadan biasanya mendatangkan berkah bagi Ahmed dalam penjualan acar - suguhan penting saat berbuka puasa bagi warga Palestina - yang pendapatannya bisa disimpan dan digunakan untuk kebutuhan keluarganya sepanjang tahun.

"Saya takut. Saya tidak punya apa-apa tahun ini karena masjid dan organisasi amal ditutup,” tutur dia.




palestinagazaramadanramadan2020bulansucicoronacovid19

Share to: