Gus Dur pernah mengatakan kalau hanya ada tiga polisi jujur, yaitu patung polisi, polisi tidur, dan Hoegeng.
Lantas siapakah Hoegeng itu?
Gus Dur memberikan pujian tersebut kepada Jenderal Hoegeng bukanlah tanpa sebab. Jerndral yang memiliki nama asli Hoegeng Imam Santoso ini memang dikenal sebagai sosok yang teladan, khususnya di kalangan aparat kepolisian.
Lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921, Hoegeng adalah salah satu tokoh kepolisian Indonesia yang pernah menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia ke-5 yang bertugas dari tahun 1968 - 1971. Hoegeng juga merupakan salah satu penandatangan Petisi 50.
Namanya bahkan diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Bahayangkara di Mamuju dengan nama Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso.
(Foto: istimewa)
Pujian Gus Dur atas kejujuran Hoegeng berawal dari ketika dia menerima sebuah hadiah.
Diceritaka oleh Aditya, anak Kapolri RI tahun 1968-1971, sebuah perusahaan motor merek Lambretta mengirimkan dua buah motor. Namun snaga ayah malah meminta ajudannya untuk mengembalikan hadiah mewah tersebut.
"Padahal saya yang waktu itu masih muda sangat menginginkannya,” kenang Didit yang anak Jenderal Polisi (Purn) Hoegeng Iman Santosa itu.
Cerita kejujurannya tersebut pun selalu diceritakan dalam momen-momen seperti hari ulang tahun Bhayangkara ke-72 yang diperingati tiap 1 Juli. Kejujuran dan keberanian membuat namanya melengenda di republik ini.
(Foto: istimewa)
Kisah lainnya yang tak kalah mengesankan adalah ketika Hoegeng yang mengorbankan jabatan Kpolri demi kebenaran.
Pada 21 September 1970, seorang penjual telur bernama Sumarijem diculik ketika hendak menunggu bus di Yogyakarta. Dia dibawa secara paksa ke dalam mobil oleh beberapa pria.
Sum dibius dan diperkosa secara bergiliran oleh penculiknya di rumah kecil di wilayah Klaten. Setelah itu, Sum dibuang dipinggir jalan.
Perempuan yang kala itu berusia 18 tahun ini pun melapor ke polisi. Bukannya mendapat peryolongan, Sum malah dijadikan tersangka karena dituduh membuat laporan palsu. Dia bahkan diancam akan disetrum jika tidak mau menurut.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Jaksa menuntut Sum penjara tiga bulan dan satu tahun percobaan. Tapi Hakim Ketua Lamijah Moeljarto menyatakan Sum tak terbukti memberikan keterangan palsu. Karena itu Sum harus dibebaskan.
Polisi bahkan menghadirkan seorang tukang bakso yang disebut sebagai pemerkosa Sum.
Dipenjara, Sum dianiaya dan dan dipaksa mengakui berhubungan badan dengan Trimo, sang penjual bakso. Hakim juga membeberkan Trimo dianiaya saat diperiksa polisi.
Hoegeng pun terus memantau perkembangan kasus ini hingga meminta Komandan Jenderal Komando Reserse Katik Suroso mencari siapa saja yang memiliki fakta soal pemerkosaan Sum. Dia juga membentuk tim khusus bernama Tim Pemeriksa Sum Kuning.
“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” tegas Hoegeng.
Sayangnya kasus ini membesar hingga dianggap menganggu stabilitas nasional. Bahkan Soeharto bahkan sampai turun tangan agar kasus ini berhenti.
Namun persidangan terus digelar hingga polisi mengumumkan tersangka pemerkosa Sum ada 10 orang dan semuanya bukan anak pejabat seperti yang dituding Sum.
(Foto: istimewa)
Meski para terdakwa terus membatah, Hoegeng tersadar bahwa ada kekuatan besar yang membelokkan kasus ini.
Benar saja, dilansir dari buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan karya Suhartono, pada 2 Oktober 1971 dia dipensiunkan sebagai Kapolri di umur 49 tahun.
Pria yang pernah dinobatkan sebagai The Man of the Year 1970 ini pensiun tanpa memiliki rumah, kendaraan, maupun barang mewah. Meski begitu dia dan keluarganya tak pernah menyesali hal tersebut.
Semenjak pensiun, Hoegeng menghabiskan waktu dengan menekuni hobinya sejak remaja, yakni bermain musik Hawaiian dan melukis.
Share to:
Related Article
-
Ini Jadinya Kalau Najwa Shihab Ajak Anies, Ganjar dan Ridwan Kamil Goyang Any Song Challenge
Update|February 20, 2020 10:32:39