Dokter Qory Bakal Cabut Laporan, Ini Alasan Psikologis Korban KDRT Susah Lepas dari Pasangan

Dokter Qory Bakal Cabut Laporan, Ini Alasan Psikologis Korban KDRT Susah Lepas dari Pasangan

Dokter Qory Bakal Cabut Laporan, Ini Alasan Psikologis Korban KDRT Susah Lepas dari Pasangan

Ilustrasi kekerasan dalam rumah tangga (foto: freepik)


Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa dokter Qory Ulfiyah Ramayanti viral di media. Sang suami, Willy Sulistio telah ditetapkan sebagai tersangka KDRT dan ditahan di Polres Bogor. 

Belakangan, muncul kabar bahwa dokter Qory berniat untuk mencabut laporan karena masih menyayangi suaminya. Hal ini disampaikan oleh Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Teguh Kumara beberapa waktu lalu.

"(Mau cabut laporan) betul, sementara baru penyampaian lisan ke kami," ungkapnya.

Sebelumnya pada tahun 2022 lalu, kasus KDRT yang dilakukan oleh artis Rizky Billar pada istrinya, Lesti Kejora juga viral. Namun Lesti memutuskan untuk mencabut laporan KDRT atas suaminya karena ingin memperbaiki rumah tangga mereka. 

Baca juga: Fakta-Fakta Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT, Sepakat Berdamai dengan Rizky Billar

Lantas apa yang menyebabkan korban KDRT bisa bertahan dalam hubungan yang toxic dan susah lepas dari pasangannya?

KDRT Menjadi Siklus Kekerasan 

Menurut psikolog sekaligus penemu teori sosial siklus kekerasan, Lenore E. Walker, KDRT akan menjadi sebuah pola yang mudah diketahui dan berulang. Pola kekerasan tersebut dimulai ketika muncul masalah dalam hubungan hingga muncul pertengkaran, jika satu pihak gagal mengalah atau menuruti keinginan pasangannya maka akan berlanjut pada tahap kekerasan.

Setelah melakukan kekerasan, pelaku cenderung merasa bersalah, meminta maaf hingga memberi hadiah hingga masuk pada siklus ketenangan. Hubungan pasangan ini akan kembali membaik seperti biasa, namun ketika ada permasalahan maka siklus kekerasan akan kembali berulang.

Alasan Korban KDRT Memilih Bertahan atau Susah Lepas dari Pasangan

Berikut sejumlah alasan korban kekerasan oleh pasangan memilih untuk mempertahankan hubungan mereka.

1. Keyakinan bahwa pasangan akan berubah karena menyesal dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya.

2. Rasa malu jika harus bercerai atau berpisah dari pasangan karena dianggap sebagai suatu aib dalam kehidupan bermasyarakat.

3. Takut pada ancaman pelaku jika korban melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan ke pihak berwajib. Ketika menerima ancaman, korban sulit berpikir jernih dan meminta bantuan.

4. Memiliki ketergantungan secara finansial. Korban yang tidak mandiri secara finansial lebih susah lepas karena khawatir terhadap keadaan ekonomi dirinya hingga anak-anak.

5. Merasa bertanggung jawab atas permasalahan atau penyebab pertikaian antara keduanya.

6. Takut kehilangan hak asuh anak jika harus berpisah dengan pasangan.

7. Kondisi korban yang tidak mampu membela diri dan meninggalkan pasangan membuat korban merasa depresi dan merasa tidak punya pilihan lain.

Bantuan Ketika Mengalami KDRT

Jika mengalami kekerasan, korban dapat menghubungi call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. Layanan ini dibuat oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlingan Anak (Kemen PPPA) untuk mempermudah akses bagi para korban maupun pelapor untuk mengadukan dan mendata kasus kekerasan pada perempuan dan anak.

Korban maupun saksi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat melaporkan peristiwa kekerasan dapat melakukan aduan ke nomor SAPA 021-129 atau melalui pesan WhatsApp di 08111-129-129.




KDRTDokter QoryKekerasan Rumah TanggaBantuan KDRTLayanan Bantuan Korban KDRT

Share to: