Keluarga besar WR Soepratman melarang film WAGE untuk ditayangkan secara luas di bioskop. Keputusan itu diambil keluarga setelah menonton film tersebut di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, pada 26 September 2024.
Dalam keterangan resminya, Budy Harry, Ketua Umum Yayasan WR Soepratman memberkan lima alasan yang membuat keluarga besar WR Soepratman melarang film WAGE untuk tayang kepada Ivan Nugroho, Direktur PT Opshid Media. Adapun alasannya sebagai berikut:
Baca Juga: Film Women from Rote Island Jadi Perwakilan Indonesia di Oscar 2025
1. Adegan kekerasan yang diterima WR Soepratman dari sang ayah di bangsal Meester Cornelis pada pembukaan film. “Kami keberatan adegan itu ditampilkan karena memberi kesan ayah WR Soepratman suka melakukan kekerasan,” ujar Budy.
Kesan itu, menurut Budy, sangat bertolak belakang dengan fakta sebenarnya. Mengutip buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan WR Soepratman Penciptanya karya Oerip Kasansengari yang dirilis pada 1967, dituliskan kondisi keluarga Wage.
“Dalam lingkungan keluarga, ia sangat disayang dan dicintai. Mungkin karena dia satu satunya anak laki-laki dalam rumah tangga tersebut. Ia bagaikan anak emas yang selalu dimanjakan,” bunyi buku tersebut.
2. Adanya disinformasi terkait tempat dan kelahiran Wage. Budy Harry menjelaskan, dalam adegan pelarian WR Soepratman ke Desa Somongari, Purworedjo, pada 1936, ada narasi yang mengatakan Wage lahir di Somongari.
“Menurut kami, ini disinformasi karena WR Soepratman lahir di Meester Cornelis kini Jatinegara, Jakarta Timur, pada 9 Maret 1903,” tutur Budy Harry dalam keterangan.
3. Keluarga menyebut adegan pelarian WR Soepratman ke Desa Somongari pada 1936 dan diselamatkan oleh penduduk setempat tidak pernah terjadi. Fakta yang benar adalah Wage tinggal di rumah ayahnya di Cimahi untuk beristirahat dan berobat.
Setahun setelah pindah ke Pemalang pada 1936, dia pindah ke Surabaya hingga akhirnya meninggal dunia. Meski adegan tersebut termasuk dalam adegan fiksi, namun keluarga menilai, tak seharusnya sejarah WR Soepratman dipelintir.
4. Film WAGE seolah ingin menggambarkan WR Soepratman dekat dengan kelompok Islam lewat adegan filosofi ‘huruf alif’ saat menulis lagu Indonesia Raya.“WR Soepratman justru dekat dengan tokoh nasionalis, semisal Soetomo yang akhirnya meminta WR Soepratman membuat lagu untuk partainya, Mars Parindra,” ungkap Budy Harry.
5. Notasi lagu Matahari Terbit dalam film WAGE bukan notasi asli yang dibuat WR Soepratman melainkan karya M. Subchi Azal Tsani. Lagu asli dengan lirik tiga stanza dan notasi asli dipublikasikan dalam buku Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan WR Soepratman Penciptanya.
Budy Harry menegaskan, menggunakan notasi palsu dengan lirik satu stanza menunjukkan tim produksi kurang melakukan riset sehingga terkesan tidak menghargai karya asli WR Soepratman.
Dalam lanjutan keterangannya, Budy menilai, pembuat film WAGE tidak berusaha mencari data valid tentang keluarga WR Soepratman sehingga terdapat banyak penyimpangan sejarah.
“Karena itu, kami keluarga besar WR Soepratman dengan suara bulat untuk menghentikan peredaran atau penayangan film WAGE,” katanya.
Baca Juga: "Kuasa Gelap" Hadirkan Warna Baru di Perfilman Horor Indonesia
Namun larangan tersebut akan dicabut, dengan dua syarat. Pertama, tim produksi menyelipkan running teks berbunyi: Film ini bukan film sejarah tapi film fiksi sejarah. Kedua, meminta maaf kepada keluarga besar WR Soepratman
Share to:
Related Article
-
Haikyuu!! The Dumpster Battle Resmi Jadi Film Anime Terlaris di Indonesia Tahun 2024
Film|July 13, 2024 15:00:00